Hidup di Bawah Pohon Kecapi

Kata Bapak, sudah jarang orang menanam pohon Kecapi. Jadi bapak sengaja membawa cangkokan pohon kecapi dari kantornya ditanam di depan rumah.
Saat masih ada bapak dan emak, hidup di bawah pohon kecapi hanya sebatas main, sekolah, dapat ranking, dan cuci piring setelah makan. 

Seiring pohon kecapi bertumbuh besar, pemeran hidup di bawahnya pun berganti. Membuat hidup tidak sederhana lagi.

Kakaknya janda yang belum bisa bangkit dari perceraian. Selalu kalah dengan sakit, menyerah mencari kerja. Terobsesi menikah lagi supaya bisa menyandarkan hidupnya. Cara dia merawat diri sama dengan caranya merawat rumah. Jorok, berantakan, dan berkerak. Dia berfikir, kalau menikah lagi rasa tidak enaknya bergantung kepada kakak dan adiknya akan hilang. Ahhh ... pikirnya ... apa engga tolol jalan fikiran seperti itu? Dengan kakak dan adiknya dia merasa engga enak sudah dibantu terus, bagaimana dengan orang yang baru dikenal?

Suaminya menyarankan dia untuk menghentikan bantuan finansial kepada sang kakak. "Mana bisa aku menelantarkan kakak dan keponakan selagi mampu? Bantuanku pun hanya cukup untuk makan."
"Selama kamu sumpal terus, dia akan malas. Ga kerja apa-apa tapi dapat uang."
"Mungkin kalau aku mati, dia baru sadar karena tidak ada lagi tempat menyandarkan diri."
"Bilang saja kamu berhenti kerja, lalu stop semua bantuanmu."
"Aku engga mungkin bilang berhenti kerja padahal masih kerja. Aku ga bisa simpan rahasia. Mungkin aku memang harus berhenti kerja."
"Terserah saja kalau kamu mau berhenti kerja dalam keadaan seperti ini." Ada nada ancaman yang dirasakannya

Dan suaminya pergi lagi menyambut seruan azan Isya. Tepat waktu, seperti biasanya.
Dua tahun ini suaminya pensiun dini dan jauh dari kata mapan. Proyek yang baru dimulai dua bulan pupus karena pandemi.
Dalam kondisi seperti ini, dia kerap diganggu fikiran seharusnya dia tidak bekerja. Supaya Tuhan berkenan mrmbagi rizkinya kepada kakak dan suaminya. Di saat cobaan begini berat buat umat manusia, dia kerap dihantui fikiran mereka semua mengandalkannya. Itu kenapa dia ingin berhenti bekerja. Tapi kalau melihat mental kakaknya yang seperti tenggelam dalam duka yang berlarut, salah jalan dan keras kepala, belum lagi suaminya yang terlihat terlalu pasrah membuat dia cemas berhenti bekerja hanya akan membuat kapal mereka karam lebih dalam.
Hingga fikirnya  ahhh ... mungkin benar hanya ketiadaannya yang akan membuat mereka terjaga.🌾


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjernihkan Nurani

Assalaamu'alaikum, Krisna

Demi Buah Salak