Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2013

Mimpi Terindah

Suatu hari,  duduk di teras rumah, Neng memandang pekarangan depan yang tak seberapa luas. Hanya cukup untuk satu meter per segi kolam ikan, menampung dua buah pohon kecapi, sebuah pohon belimbing dan rambutan yang rajin berbuah serta bunga-bunga hias dalam pot-pot mini. Saat itu, matahari baru saja naik sepenggalahan dan Neng baru saja menutup paginya yang sibuk dengan sholat dhuha. Abang, suaminya di kantor, anak-anak sudah di sekolah mereka masing-masing, dan ahhhh... inilah dia, menikmati hidup. Hari itu adalah rangkaian hari-hari saat Neng memutuskan untuk melepas status pekerjanya. Memenuhi panggilan jiwa untuk menjadi istri, ibu dan pengurus rumah tangga yang qonaah , percaya pada kemurahan kasih Tuhan dan ikhtiar suami. Neng membayangkan, Neng lah perempuan paling bahagia di dunia dan akan tersenyum puas, kelak, saat menutup mata. Bagaimana tidak? Nafkah hidup, kesehatan keluarga, pendidikan anak-anak, asupan panganan bergizi, pakaian, listrik, telefon, kendaraan, bahkan bia

Senyap

Seperti lagu Trio Libels, mulanya biasa saja. Performa fisik laki-laki itu yang tinggi, putih, wajah proporsional dengan sedikit jenggot menghias dan kacamata, memancarkan semangat jiwa muda yang idealis adalah hal yang sangat-sangat standar, biasa ia jumpai dan tidak istimewa. Perbedaan divisi membuat mereka hampir tidak pernah berkomunikasi. Sampai suatu saat mereka terlibat dalam satu tim, dan ia terpaksa berkomunikasi dengan lelaki itu. Suaranya lucu, tapi lama-lama terdengar unik. Sikap lelaki itu yang acuh tak acuh menambah daya pikatnya. Sejak saat itu, ada yang aneh pada dirinya. Hatinya berdesir kalau bicara dengan ‘si cuek’ itu dan sedikit kikuk jika bertemu. Perjalanan pulang mempertemukan mereka di omprengan menuju stasiun kereta. Mereka tidak pernah bertatapan, dan ia tak kan pernah berani mencobanya, tidak juga bercakap-cakap. Namun ia merasa radius pandang mereka bertemu pada satu titik nun jauh di sana bagai ekuilibrium dalam kurva permintaan dan penawaran. Dan titik

Orang-orang Beruntung

Pandangan sebagian besar masyarakat, kita, Neng, dalam menilai beruntung   atau tidaknya seseorang kerap berdasarkan kebahagiaan materi yang dimilikinya. Kebahagiaan materi itu pun diukur dengan memposisikan dirinya dalam kebahagiaan materi orang lain tersebut. Misalnya, Neng berfikir pasti bahagia sekali perempuan-perempuan yang tugasnya fully concentrate on mengurus rumah, anak-anak, suami, tanpa harus pusing mencari nafkah selayaknya wanita pekerja yang memiliki dua fungsi. Contoh ekstrem lain ketika salah satu Ncang -nya, panggilan untuk tante dalam budaya Betawi, mengekspresikan kekaguman yang meluap-luap kepada salah satu tetangga mereka yang putrinya menikah dengan majikannya yang orang Australia. ‘Wanita beruntung’ itu kemudian diboyong suaminya ke negeri asalnya dan materi untuk orangtuanya di Indonesia pun tak henti mengalir. Ada juga kawan-kawan Neng, yang telah bersusah payah sekolah di luar negeri, memandang beruntung kawan-kawan lain yang langsung dipromosikan setela