Orang-orang Beruntung

Pandangan sebagian besar masyarakat, kita, Neng, dalam menilai beruntung  atau tidaknya seseorang kerap berdasarkan kebahagiaan materi yang dimilikinya. Kebahagiaan materi itu pun diukur dengan memposisikan dirinya dalam kebahagiaan materi orang lain tersebut. Misalnya, Neng berfikir pasti bahagia sekali perempuan-perempuan yang tugasnya fully concentrate on mengurus rumah, anak-anak, suami, tanpa harus pusing mencari nafkah selayaknya wanita pekerja yang memiliki dua fungsi.
Contoh ekstrem lain ketika salah satu Ncang-nya, panggilan untuk tante dalam budaya Betawi, mengekspresikan kekaguman yang meluap-luap kepada salah satu tetangga mereka yang putrinya menikah dengan majikannya yang orang Australia. ‘Wanita beruntung’ itu kemudian diboyong suaminya ke negeri asalnya dan materi untuk orangtuanya di Indonesia pun tak henti mengalir.
Ada juga kawan-kawan Neng, yang telah bersusah payah sekolah di luar negeri, memandang beruntung kawan-kawan lain yang langsung dipromosikan setelah menyelesaikan tugas belajarnya. Contoh lainnya bisa didapat kalau mau jujur melihat ke dalam hati, apa saja yang dibisikkan hati demi menuntun orang menjadi manusia beruntung.

Tapi, demi belajar dari ayat-ayat kauniyah karena ingin mengendalikan bisikan hati, Neng mendapatkan pelajaran penting tentang arti bersyukur dari orang-orang di sekitarnya. Kesimpulan itu dia dapat setelah merenung dalam-dalam dan berargumentasi habis-habisan dengan diri sendiri. 
 Siapa tahu, pengamatannya ini bisa mengubah pandang Anda atau menguatkannya.

Ada seorang ibu yang mendapatkan perlakuan tidak adil bahkan kerap tersiksa lahir dan batin oleh perlakuan suaminya yang kasar, suka main perempuan, mau menang sendiri. Dulu, ia melakukan segala perlawanan yang dia bisa demi mengubah fikiran sang Suami, kecuali meminta perceraian. Ia masih berfikir anak-anaknya butuh seorang Ayah. Jika si ‘Lelaki Tak Tahu Diuntung’ itu bisa menjadi  mantan suaminya, tentu dia tidak bisa menjadi mantan Ayah bagi anak-anak mereka. 

Pada puncak kemarahan semua orang, dan mungkin juga Tuhan akibat ulah semena-mena lelaki itu, sang Suami jatuh stroke. Sudah terbilang tahunan lelaki yang dulu sok kuasa itu tergeletak tak berdaya bahkan untuk menutup auratnya yang tersingkap sedikit pun. Perempuan itu, dengan telaten melayaninya, menggantikan tugasnya sebagai pencari nafkah, menyuapinya, membasuh badannya, mencucikan pakaiannya, mengobatinya, membersihkan kotorannya, dan mengajaknya bercanda. Tanpa mengeluh sedikit pun !!! 

Dari kaca mata materi mungkin wanita ini adalah bodoh karena tidak menendang saja orang yang telah menyusahkan itu dari hidupnya. Dari kaca mata materi juga mungkin dia adalah wanita malang, karena di tengah kesulitan ekonomi ia dibebani pula dengan pesakitan yang butuh perhatian.Tapi, Neng melihatnya sebagai perempuan beruntung karena mau mengalahkan marahnya dan menggantikannya dengan kesabaran menjalani hidup yang harus dihadapinya. Tidakkah surga menantinya ?

Ada juga seorang pemudi yang sempat lengah dengan masa remajanya. Pergaulan menuntunnya pada hidup yang serba mudah dan kesenangan. Akrab dengan obat terlarang, menyia-nyiakan saat belajar, dan bergaul agak bebas. Saat mencapai satu titik yang memalukan diri dan keluarganya, ia memilih untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik.  Menikah, berjuang membesarkan anak-anak, sambil tak pernah mengeluh atau berputus asa membantu suaminya mencari nafkah.
Neng juga menganggap pemudi ini orang yang beruntung karena Tuhan berkenan memberikannya kesempatan memperbaiki diri, dan pemudi itu tidak menyia-nyiakannya. Semoga, hingga akhir hayatnya, Allah berkenan mencurahkan kebaikan  seperti arti yang tersirat dari namanya.

Atau, seorang perempuan yang berusaha mencari jati diri yang sempat bermimpi, sukses adalah rumah sendiri, tak pernah cocok dengan pekerjaan, acuh dengan penampilan dan bagian tubuh mana yang seharusnya di tutupi. Namun, begitu hidayah datang, ia memutuskan menutup aurat dan Allah memberi jalan untuk menemukan pekerjaan mulia untuk dia menghabiskan pengabdiannya: menjadi guru SD Islam swasta. "Gajinya memang tidak besar, tapi berkahnya terasa",  kata sang Perempuan tegas.

Hmm ... Neng setuju kalau mereka orang-orang beruntung dan seyogyanya beruntung itu tak melulu diukur dari materi. Dan Neng setuju kalau selayaknya dia berusaha juga menjadi orang beruntung tersebut. Pertanyaannya adalah: bisakah dia konsisten ikhlas dan berdamai dengan hatinya?

Ayolahhhh Neng, insya Allah kamu bisa!!!🌾

Komentar

  1. Itulah...kenapa aku bicara "jangan dibayangin Jie,...lakukan saja, kau tak akan menemukan sesuatu dari yang tak nyata (bayang itu semu, maya, tak terlihat dan tak nyata) tapi apa yang kau lakukan adalah sesuatu dari yang nyata..." paham maksudku...?!

    Kamu tak akan pernah merasa menang kalau kamu tak pernah kalah...

    Ayolah...dari tulisan ini buktikan bahwa kamu bisa merubah menjadi lebih baik daripada seorang "KUTU KUPRET" yang baru maju setelah ada perubahan....!

    Bravo

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, mantap mass ... berjuang terus, karena hidup itu dari perjuangan satu ke perjuangan lainnya ... :D 😄

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjernihkan Nurani

Assalaamu'alaikum, Krisna

Demi Buah Salak