Postingan

Menampilkan postingan dengan label prosa

Semoga Allah Memuliakan mu Hari Ini

Sudah sejauh ini perjalanan hidup Neng, dan dia baru benar-benar menyadari apa hakikat ujian itu. Telah lewat 37 tahun, dan dia baru bisa menerima kenyataan bahwa hakikat perjalanan kehidupan adalah ujian, dengan segala rasa pahit dan manis nya. Sayangnya, Neng baru belajar menerima kenyataan hidup adalah ujian, belum masuk tahap belajar apalagi mengerti bagaimana caranya menghadapi ujian. Jika diuraikan semua perjalanan hidupnya, astagfirullah, rasa-rasanya sepanjang yang dia mampu ingat, dia lebih banyak berkeluh kesah kepada Allah. Tidak bersyukur kah Neng? Karena ternyata, bukan hanya sabar saja yang sulit dikerjakan, tapi bersyukur juga. Karena ujian membutuhkan kesabaran, dan syukur harus senantiasa ada bersama kesabaran itu. Dari panjangnya perjalanan yang sudah ditempuhnya, Neng baruuu saja bisa mengembalikan semua kesulitan dan permintaan pertolongan kepada Allah. Berusaha untuk tidak menyesali ketetapan yang sudah terjadi dan di jalaninya. Lalu, terpatah-patah melafalka...

Kamu pernah jatuh cinta?

Kalau ada seseorang yang kita kagumi, seperti Neng waktu SMP dulu ... hidup campur aduk rasanya. Semangat, patah hati, penasaran, tapi malu mengungkapkan. Apalagi, yang kita kagumi bukan orang yang biasa kita akrabi sehari-hari. Hanya bisa memendam perasaan jauh di lubuk hati, diam-diam mengamati, sambil pelan-pelan menyebut namanya. Puluhan tahun kemudian, ketika hidup tidak hanya melulu berisi jatuh cinta, Neng menemukan pengalaman semacam jatuh cinta. Penuh harap, kekhawatiran, merasa sangat bergantung, sampai merasa harus terus membisikkan nama-Nya. Sayangnya, Neng masih merasa malu-malu mengakui kalau dia jatuh cinta. Jangan-jangan, apa yang dilakukannya hanya sekedar karena dia teramat sangat bergantung dan perlu menguatkan diri. Hidupnya, sebenarnya ga susah-susah amat. Penghasilannya cukup untuk membantu Abang          menopang keluarganya agar seimbang. Tapi, sumpah ... dia pernah mengalami masa terberat dalam hidupnya. Ketika itu...

Kerja Cari Duit

Hampir   setahun lalu sebelum Ramadhan, Neng duduk manis di pojok lobby gedung OJK. Syukurnya, bukan dalam rangka menunggu giliran wawancara kerja. Heheheh … Saat itu ada tarhib Ramadhan dengan pembicara Bunda Neno yang temanya tentang “Ibu Muslimah yang Bekerja”.   Meski datang agak terlambat karena lokasi keberangkatan yang cukup jauuuuuh, tapi Neng ga ketinggalan saat penting.  Yaitu ketika Bunda Neno berkata,”Ibu-ibu yang dimuliakan Allah, pernah ka h kita mendengar anak kita bertanya,’Mama, kenapa mama harus bekerja?’”   “Lalu kita jawab,’Mama cari uang, Nak. Untuk beli susu ’ ” “Jawaban ini, ibu-ibu, mengajarkan anak kita menjadi materialistis. Ibunya pergi bekerja hanya untuk beli susu”. “Kalau kita niatkan bekerja dengan kesungguhan untuk bersedekah kepada keluarga … ck…ck… Kita adalah pejuang, Ibu-ibu”. Begitu kata beliau. “Jadi, setiap pagi, ketika berpamitan dengan anak kita, bilang bu,’Nak, ibu pamit ya. Ibu mau berjuang dulu’”...

Kalau Najib Berulah

"Najib lebih sayang Ibu atau lebih sayang Ayah?" Ibu usil bertanya sambil mengetes pemahaman 'konsep' lebih besar yang sudah dipelajarinya di sekolah. "Aku sayang dua-duanya, Ibu. Aku sayang Ayah sama Ibu", jawab Najib. Hmmm ... cukup diplomatis juga dia. Dan sepertinya Najib sudah mengerti kalau dia memilih untuk lebih menyayangi salah satu orang tuanya, maka akan membuat sedih yang tidak dipilihnya. Hehehe ... iya kah? "Tapi, Ayah sama Ibu suka marah-marah", lanjutnya. Hahaha ... sepertinya ada orang tua yang durhaka di sini. Sudah disayang anak, tapi suka marah-marah? Bahkan, saat mengisi PRnya, apa kesukaan anggota keluarga di rumah? Najib dengan refleks, terus terang, dan mantap menjawab:"kesukaan Ibu adalah mengatur anak-anak". Hehehehe. Beda anak, beda pengalaman batin membesarkannya. Itu yang dirasakan Ibu. Najib sempat begitu menyebalkan ketika masih TK karena berkeras tidak mau ditinggal pengasuhnya di sekolah. Tiga tahun s...

Sebebas Burung Camar Terbang

Mendapat beasiswa merupakan kebanggaan dan kebahagiaan. Iya, doong … dari ratusan juta penduduk Indonesia lalu kita yang terpilih apa tidak bangga? Punya kesempatan menimba ilmu, pengalaman baru dan … harapan memperbaiki hidup. Membuat bahagia, bukan?   (:p Tapi, ikatan dinas sebagai konsekuensi beasiswa – to somewhat – seperti belenggu yang mengikat kaki. Kalau   setelah menyelesaikan sekolah dan kembali ke instansi awal lantas diprioritaskan ke jenjang promosi tentu tidak jadi beban. Lain halnya, jika setelah susah payah belajar, kembali ke instansi awal malah terombang-ambing penempatan, setelah penempatan ternyata SDM di unit   kerja menumpuk sehingga ga jelas pembagian kerjanya. Jangankan berharap promosi, beraktualisasi diri saja menuntut kreativitas lebih. Kondisi seperti itu membuat diri seperti ada namun tidak dianggap ada. Jenuh, bosan, jengkel. Atau, kondisi lain, diberdayakan sih iya. Tapi, pekerjaan yang terlalu rutin tanpa rotasi atau mutasi juga meni...

Keajaiban Setiap Hari

Pernah ga setiap pagi, begitu malas bangun tidur? Setelah sholat shubuh inginnya tidur lagi dan bablas ga usah kerja. Itu yang dialami Neng beberapa bulan belakangan ini. Penyebabnya, masa kesibukan di kantornya yang telah lewat. Jadi, bisa saja benar-benar tidak ada yang harus diselesaikannya seharian. Berhari-hari. Bahkan, setelah dia mencari-cari kesibukan sendiri melengkapi database , atau percobaan proyeksi anggaran dengan asumsinya sendiri, bahkan browsing baca-baca peraturan. Lho …? ? ? Kedengarannya ada saja yang dikerjakan? Iya … tapi, selalu cepat selesai. Sementara baca-baca peraturan akan berujung : m-e-n-g-a-n-t-u-k !!! Benar kata Ria, “Rasanya kok sia-sia sekali kalau hampir setiap hari ke kantor hanya absen pagi, duduk manis, melakukan sesuatu hanya untuk menunggu waktu pulang”.   Kalau Ria terobsesi melepas status pegawainya untuk menjadi aktivis yang membuat hidupnya terasa lebih berguna, Neng selalu punya keinginan lain yang sayangnya dia belum bisa menyebut i...