Kalau Najib Berulah

"Najib lebih sayang Ibu atau lebih sayang Ayah?" Ibu usil bertanya sambil mengetes pemahaman 'konsep' lebih besar yang sudah dipelajarinya di sekolah.
"Aku sayang dua-duanya, Ibu. Aku sayang Ayah sama Ibu", jawab Najib. Hmmm ... cukup diplomatis juga dia. Dan sepertinya Najib sudah mengerti kalau dia memilih untuk lebih menyayangi salah satu orang tuanya, maka akan membuat sedih yang tidak dipilihnya. Hehehe ... iya kah?
"Tapi, Ayah sama Ibu suka marah-marah", lanjutnya. Hahaha ... sepertinya ada orang tua yang durhaka di sini. Sudah disayang anak, tapi suka marah-marah?
Bahkan, saat mengisi PRnya, apa kesukaan anggota keluarga di rumah? Najib dengan refleks, terus terang, dan mantap menjawab:"kesukaan Ibu adalah mengatur anak-anak". Hehehehe.

Beda anak, beda pengalaman batin membesarkannya. Itu yang dirasakan Ibu. Najib sempat begitu menyebalkan ketika masih TK karena berkeras tidak mau ditinggal pengasuhnya di sekolah. Tiga tahun sekolah, si Emak juga ikut sekolah. Ayah, Ibu, Emak dan Bu Guru bersedia mengalah. Baru pada tahun keempat (TK B) dia mau mandiri tanpa Emak di sekolah. Tahun keempat itu masa-masa menyenangkan karena dia bangun pagi, sarapan dengan tertib, dan tiba di sekolah tepat waktu (jam 07.30 pagi).
Hobinya, mengoleksi kartu dragon warrior dengan setiap karakter dalam berbagai pose jurus-jurus maut. Ibu merasa beruntung koleksinya hanya sampai hitungan puluhan. Bayangkan, jika sampai menyentuh angka 1000 kartu, saja. Dengan 1 kartu seharga Rp1000,00, maka 'tabungan' dalam bentuk yang siap hilang dan tak ada nilai pasarnya itu mencapai Rp1 juta.

Masuk SD, dia kesulitan mengatur waktu tidurnya. Biasaaaa ... sepulang sekolah tidak mau tidur siang, malam masih belum puas bermain, menunggu Ibu pulang buat mengerjakan PR, tidur larut. Setelah subuh dia tidur lagi, dannnn membangunkannya adalah pekerjaan berat sedunia.
Padahal, dia diantar sekolah Ayah bersamaan dengan Kakak dan Tante.
Karena sering terkena imbas terlambat, Kakak memutuskan naik sepeda sendiri. Lalu Tante? Siswi kelas XII itu bahkan sempat dihukum tidak boleh ikut jam pertama sekolah karena terlambat. Gara-gara menunggu Najib.
Hobinya kali ini mengoleksi stiker 3 dimensi crazy bird, ditempel di kulkas, atau sekedar dikoleksi dalam stoples. Kalau dihitung, dia juga sudah meng'investasi'kan ratusan ribu rupiah untuk hobi yang satu ini.

Belakangan dia hobi sekali dengan mainan bongkar pasang yang sering dia bilang 'lego'. Awalnya, Ibu dan Ayah yang membelikan untuk hadiah ulang tahun edukatif. Bentuknya kereta dengan cowboy pengawal. Rupanya bermain dengan Kakak, membuat imajinasi berkembang. Jadilah setiap ketemu mainan bongkar pasang dia akan merengek.
Dari yang harga 80ribu, 65ribu, 15ribu, bahkan yang harganya 400ribu!!!! Untuk yang terakhir, Ayah berhasil menggagalkan transaksi dengan 'gertakan tegas' . Janji mengumpulkan uang sehari Rp5ribu sampai bulan Desember untuk beli tab, sudah dianulirnya. Karena lebih tergoda untuk beli mainan bongkar pasang atau jajan, jajan, jajan.

Jadi, begitulah awal kisah kenapa Najib merasa 'sayang'nya kepada Ayah dan Ibu tak berbalas. Yahh ... maklum saja, sekali diperingatkan tak membuat perintah langsung dikerjakan. Sekali dinasihati, malah semakin terlatih berargumen.Sekali tidak dituruti, ngambek dan cemberut. Jadi, Nak .... suatu saat kau akan mengerti.🌾


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjernihkan Nurani

Assalaamu'alaikum, Krisna

Demi Buah Salak