Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2014

Senyum Manis Itu Lagi

Gambar
bagian kedua dari Kabut Di Matamu “Kak, kok masih cemberut? Ada apa sih, Kak?” Pagi-pagi, sambil membereskan tempat tidur, Ibu mencoba mengejar Kakak. Ga enak banget dicemberutin anak tanpa tahu sebabnya. Kakak melipat selimut,”Ga ada apa-apa, Bu”. Dia masih mencoba menahan amarahnya. “Ga ada apa-apa tapi kenapa seperti orang kesal begitu? Ayoo, bilang ada apa?” Maunya sih tegas. Tapi kesannya Ibu malah marah-marah :-p “Aku ada PE-ER bikin pidato perpisahan. Di sekolah, aku belum belajar  cara buat isinya, Bu”, Alif mendudukkan diri di pinggir tempat tidur. “Ya … sudah buatnya nanti kalau sudah diajari Bu Guru. Pasti nanti diajarkan kan?” Ibu duduk menemani Alif yang matanya nampak berani menatap Ibu dengan emosi. “Dikumpulnya hari Selasa pekan depan”, dia mulai terdengar putus asa,”aku tanya Ayah buku cara bikin pidato malah dimarahin. Aku sebel sama Ayah!!! Kenapa sih aku dimarahin melulu?” Nadanya mulai meninggi … heiiii … berhenti, berhenti! Huffhhh …  beginilah kami

Kabut di Mata Mu

Hari Rabu itu Ibu pulang agak malam. Terus terang saja, Ibu sengaja mencari mood di kantor dulu sebelum pulang. Membaca catatan Bu Guru di buku penghubung Najib malam sebelumnya, membuat Ibu harus menebalkan mental, menenangkan hati, dan mendinginkan otak sebelum mengajarkan pelajaran yang akan dites di ulangan. Demi membuat Najib lebih terlatih dengan pengurangan bersusun panjang dan pendek, kemarin malam itu emosi Ibu benar-benar terkuras. Sampai-sampai Ayah turun tangan. Bayangkan … Di buku tulisnya, Najib memperoleh angka 100 untuk 10 nomor latihan matematika tentang pengurangan bersusun panjang. Dengan gaya bidadari surga yang sabarnya sepenuh langit dan bumi (hehehehe …) awalnya Ibu memberi petunjuk cara mengerjakan contoh soal … “Begini lho, De … kalau 45-32, ditulis dulu 45 =    …. (untuk puluhan) + … (untuk satuan. Terus di bawahnya tulis 32= ….. (untuk puluhan) + …  (untuk satuan). Tarik garis paaaaanjaaaang di bawah 32 itu lalu kasih tanda kurang”. Eits … Ibu g

Di Puncak Yamamoto Yama

Gambar
Setelah menempuh jalan menanjak dan berliku mengitari hutan-hutan lebat di gunung (yama) Yamamoto, rombongan tiga mobil mini itu sampai juga ke puncaknya, (mungkin sekitar) 2.500 -an meter di atas permukaan laut. Hektaran bunga matahari sengaja ditanam sebagai hiasan musim semi yang akan menyilaukan mata dengan warna kuningnya yang kemilau. Kuncup-kuncupnya yang kini belum lagi mekar, merunduk takzim seolah sedang khusyu’ berhikmad kepada Sang Khalik. Dari atas sini, langit begitu dekat. Awan berarak di depan mata dihantar angin senja musim panas di Ojiya. Dan ratusan meter di bawah sana, sungai Sinonem meliuk anggun dengan warna coklat terangnya membelah gedung-gedung perkantoran, perumahan, sawah dan ladang di Ojiya. Ojiya bagian dari provinsi Niigata, dengan jarak kira-kira 4 jam perjalan menggunakan Shinkansen dari Tokyo. Kalau di Indonesia, ia merupakan kabupaten yang mungkin jaraknya sama dengan Prambanan – Jakarta. Tapi Neng tak perlu membandingkan Ojiya dengan kabupaten