Sebebas Burung Camar Terbang
Mendapat beasiswa merupakan kebanggaan dan
kebahagiaan. Iya, doong … dari ratusan juta penduduk Indonesia lalu kita yang
terpilih apa tidak bangga? Punya kesempatan menimba ilmu, pengalaman baru dan …
harapan memperbaiki hidup. Membuat bahagia, bukan? (:p
Tapi, ikatan dinas sebagai konsekuensi beasiswa – to somewhat – seperti belenggu yang
mengikat kaki. Kalau setelah
menyelesaikan sekolah dan kembali ke instansi awal lantas diprioritaskan ke
jenjang promosi tentu tidak jadi beban.
Lain halnya, jika setelah susah payah belajar, kembali
ke instansi awal malah terombang-ambing penempatan, setelah penempatan ternyata
SDM di unit kerja menumpuk sehingga ga
jelas pembagian kerjanya. Jangankan berharap promosi, beraktualisasi diri saja
menuntut kreativitas lebih. Kondisi seperti itu membuat diri seperti ada namun
tidak dianggap ada. Jenuh, bosan, jengkel.
Atau, kondisi lain, diberdayakan sih iya. Tapi,
pekerjaan yang terlalu rutin tanpa rotasi atau mutasi juga menimbulkan
kejenuhan.Akhirnya, banyak yang berkeinginan mencari alternatif pemberi kerja
yang tidak hanya memberikan pendapatan lebih, tapi juga pekerjaan yang membuat
diri merasa berguna dan menemukan tantangan baru. Lagi-lagi, ikatan dinas bisa menjadi
belenggu pengganjal rencana ‘hijrah’. Karena, jika keluar dari PNS saat masih
memiliki ikatan dinas, maka harus menyiapkan dana untuk mengganti ‘kerugian’
negara.
Pekerja perempuan punya masalah tersendiri.
Jatuh-bangun mencari pengasuh anak, perasaan bersalah karena tidak bisa
sepenuhnya merawat anak, atau kondisi anak-anak yang benar-benar memerlukan ibu
di samping mereka, sering membuat gamang. Terus bekerja, atau fokus di rumah.
Tanpa ikatan dinas pun, keluar dari PNS (specifically,
Kemenkeu) tidak mudah. Apalagi dengan ikatan dinas. Dari mana pula menyiapkan
dana pengganti ‘kerugian' negara kalau berhenti hanya sekedar untuk bisa lebih
fokus di rumah?
Dan … setelah hampir 14 tahun bekerja sebagai PNS,
Neng pernah mengalami semuanya. Meskipun tidak memutuskan untuk keluar dari PNS
(untuk saat ini ~_^), menyadari sudah tidak punya ikatan dinas itu rasanyaaaa …
mmm … seperti bebas dari sesak nafas … ahhhhhh legaaaa. Dia membayangkan
dirinya adalah burung yang bisa bebas terbang di langit. Tidak ada lagi belenggu
kemana kakinya akan melangkah, atau beban moral di pundaknya.
Padahal, menurutnya, mengabdi pada negara sebagai
balas budi tidak hanya sebatas bekerja jadi PNS. Bekerja di sektor swasta kita
menyumbang pajak. Pun, menjadi ibu rumah tangga seutuhnya juga berarti
berkontribusi kepada pembangunan SDM negeri ini.
Jadi, siapa tahu … seminggu ke depan atau di
kemudian hari, Neng memutuskan sesuatu yang radikal: serius menghirup udara
kebebasannya, seperti camar bebas terbang di antara laut dan langit yang luas (^_^).🌾
*merayakan berakhirnya ikatan dinas 30 Juni 2014
*merayakan berakhirnya ikatan dinas 30 Juni 2014
Tetap semangat dong...rotasi hidup insya Allah berjalan Jie...amin
BalasHapusTerima kasih, supportnya, mas Hery. Aku masih memimpikan status 'di rumah saja' seperti nyonya nya mas hery. Ha ha ha ... dunia kebolak balik, ya? Padahal yang di rumah pengen kerja. Syukuri yang dijalanin aja ya, mas.
Hapus