Gue Orang Pemerintah. Eloe?
Neng ingin tertawa ketika menutup telefon
genggamnya. Entah karena lucu, entah karena sekedar ingin menertawakan dirinya.
Yang pasti rasanya miris kalau mendengar orang menyalahkan pemerintah, atau
membodoh-bodohi pemerintah saat berbicara dengannya. Chotto matte neee … gue kan bagian dari pemerintah.Hehehehe …
Gara-garanya, dia ingin tahu jadwal ujian kelulusan
sulungnya yang sekarang kelas VI. Dia ingin menyelaraskan jadwal Dinas Luar-nya
supaya tidak bentrok dengan jadwal anaknya ujian. Ceritanya kan ingin jadi ibu
ideal, bekerja tapi tetap juga membimbing anak belajar :-p
Jadilah percakapan itu,”Assalaamu’alaikum, selamat
siang , Cordova”.
“Wa’alaikumussalaam, Pak. Mau Tanya, pak jadwal
ujian kelas 6 kapan ya Pak?”
“Sepertinya kemarin sudah dibagikan jadwalnya, Bu”.
“Belum, tuh Pak. Saya baru dapat jadwal sampai
dengan try out”.
“Ooo… begitu. Tanggal 19 s.d 21 Mei Ujian Kelulusan,
22 – 23 Ujian Sekolah, bu”
“Oke … mmm … Sekarang sistemnya bagaimana sih, Pak?
Tidak ada NEM ya?”
“Sebenarnya sama saja, sih bu hanya ganti nama. Ujian
Nasional itu diganti jadi Ujian Kelulusan atau UK, yang diujikan Matematika,
Bahasa Indonesia dan IPA. Ujian Sekolah atau US itu yang diujikan PKN, PAI,
IPS. Tahu, nih pemerintah bisa aja membodohi rakyatnya”.
“Astaga, engga begitu kali, Pak ….” Neng berusaha
berujar sambil tertawa.
“Yaa … habis … sudah senang ga ada ujian. Ternyata
… ehhh … sama saja”…
Agak bengong dia mendengar pernyataan petugas Tata
Usaha yang langsung mencap pemerintah bisa-bisanya membodohi rakyat. Sebagai
pegawai negeri yang otomatis merasa dirinya bagian dari pemerintah, Neng cukup
prihatin. Mungkin ada yang salah ketika sosialisasi sistem baru ini. Tujuan apa
yang hendak dicapai dengan meniadakan Ujian Nasional namun tetap diadakan Ujian
Kelulusan.
Setahu Neng, Ujian Nasional itu tersentralisasi.
Yang membuat soal, otomatis pengadaan logistik, adalah Pemerintah Pusat. Kerap terjadi
kendala dalam proses pendistribusian. Ada pula kendala pencapaian kurikulum.
Materi yang diujikan buatan Pemerintah Pusat tentu saja begitu ideal sesuai
garis-garis besar tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Sementara, mungkin
.. nih … mungkin … di beberapa daerah kurikulum tersebut tidak semudah itu
dicapai. Fasilitas sekolah, ketersediaan tenaga pengajar, kesiapan murid
menerima pelajaran, dan lain-lain, membuat kegiatan belajar-mengajar sulit
berjalan layaknya kereta api yang punya jalur khusus sehingga bisa sampai di
tujuan tepat waktu.
Tapi, ujian untuk menentukan capaian target
kurikulum ini tetap perlu diselenggarakan untuk menjaga mutu peserta didik,
kan? Jadilah model baru Ujian Kelulusan, yang belakangan dari Bu Guru wali
kelas, Neng baru tahu yang membuat adalah dinas pendidikan provinsi.
Diharapkan, tidak terjadi lagi kendala logistik dan target capaian kurikulum
bisa lebih realistis. Ehhh … begitu bukan sih?
Pokoknya, sebagai orang pemerintah, Neng tetap
berbaik sangka sama Pemerintah bahwa perubahan model dari Ujian Nasional ke
Ujian Kelulusan tidak sekedar untuk membodohi rakyatnya. Hehehehe
Adalagi kejadian ketika arisan keluarga.
Weddeeiiihh … arisan keluarga kok bawa-bawa pemerintah? Ceritanya membicarakan
keluarga yang sakit. Kali ini, Ncang (panggilan orang betawi kepada tante) Beno
yang sering menolong orang-orang berurusan dengan administrasi Rumah Sakit di
era Jamkesmas. Yang dia keluhkan ketika kumpul-kumpul itu, adalah kesulitan
anaknya mencairkan … mmm … apa ya
istilahnya … pesangon setelah keluar bekerja dari satu perusahaan yang ketika
masih dikelola Jamsostek, uang itu dapat diproses setelah setahun berhenti.
“Setelah BPJS ini, uangnya ga bisa diambil. Emang
dasar Pemerintah, bisanya nginjek-nginjek
rakyat kecil!” Katanya berapi-api.
Glekk!! Neng cuma bisa senyum getir . Yang ini
benar-benar tidak bisa dilawan argumentasinya. Lebih-lebih, Neng betul-betul
tidak faham bagaimana mekanisme konversi jamsostek ke BPJS tenaga kerja. Dan, –
lagi-lagi – sebagai orang pemerintah, Neng tetap berbaik sangka permasalahannya
adalah pemahaman yang tidak tuntas atas perubahan sistem ini. Bukan karena
Pemerintah ingin menginjak-injak rakyatnya.
Lebih-lebih jika Pemerintah menyesuaikan harga BBM
bersubsidi. Pandangan getir, sinis, dan tuduhan Pemerintah tidak peduli rakyat
kecil, cuma bisa menghambur-hamburkan uang negara, dan lain-lain. Padahal,
selama proses simulasi APBN yang termasuk di dalamnya perhitungan belanja
subsidi, rasanya pengurangan belanja semata-mata untuk meminimalisasi angka
defisit supaya tidak terlalu banyak lagi berhutang. Penghasilan sebagai PNS di
Kemenkeu yang katanya paling sejahtera pun rasanya ga bisa balapan sama angka
inflasi.
Hmmmmhhh … ini lah sisi sedih sebagai orang
pemerintah. Selalu dianggap tidak peduli dengan rakyat kecil. Selebihnya? Neng
angkat bahu. Mungkinkah pengabdian tiada batas? Atau bergantung pada negara
karena tidak percaya diri lagi jika bekerja tidak sebagai PNS ????🌾
Aku sendiri apa...?!? apakah aku masuk kriteria seperti yang kamu miliki sekarang...hahahaha...gak komen deh
BalasHapusHahaha ... woles, mas brow ... blom ada yang takon toh?
BalasHapus