Berandai-andai Prosedur Penyusunan RPP adalah Proses Pernyataan Pendaftaran

Sebagai pendatang baru, Neng setuju kalau dia harus banyak belajar. Mengerti proses bisnis, menjawab dengan diplomatis, mempertahankan argumen, dan yang paling sulit di unit baru ini adalah mencari tahu  apa yang diperkenankan dan tidak diperkenankan terhadap pemangku kepentingan. Maksudnya?

Satu contoh, penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang tarif. Apa yang harus kita cermati? Di saat bos detil mempertanyakan komponen tarif, RAB kegiatan pembentuk tarif, bos yang lain berargumen (di kesempatan terpisah) yang terpenting adalah dampaknya terhadap masyarakat. Belum lagi, data dukung yang diperlukan. Ketika RAB ngotot diminta, pemangku kepentingan berkilah sulit menstandarkan komponen biaya dari tiap-tiap unit kerja di bawahnya. Ketika RAB dikritisi, sulit sekali meminta perbaikan.

Belum lagi lama proses pembahasan. Dalam SOP yang belum juga saya dapatkan dan katanya masih menunggu persetujuan sekretariat, proses penyusunan RPP di level kami adalah 37 hari. Woww … tapi, konon, ada tapinya … hitungan berhenti ketika dibahas. Dan RPP yang Neng tangani sudah 9 kali dibahas dalam rapat, 2 kali mengeluarkan surat resmi, dalam 8 bulan. What a long way to go …

Neng menganalogikan proses penyusunan RPP ini dengan proses pernyataan pendaftaran yang dulu rutin dikerjakannya sampai jenuh karena hectic.
Proses dan dokumen apa yang harus disampaikan jelas tertulis dalam aturan. Aturan yang tidak hanya sebatas SOP, tapi aturan yang mengikat bagi siapa saja yang membutuhkan proses pernyataan pendaftaran.
Prosesnya 45 hari kalender, jika melewati proses tersebut, pernyataan pendaftaran efektif dengan sendirinya. Itu pembatas bagi kami pemroses kala itu. Sebaliknya, pem,angku kepentingan akan dibatasi oleh jangka waktu antara pernyataan efektif dangan tanggal laporan keuangan.

Dalam peraturan itu, Pemangku kepentingan harus menyampaikan a sampai dengan z. Institusi harus memberikan tanggapan a sampai z dari aspek hukum, akuntansi, dan keterbukaan dalam jangka waktu 45 hari. Setelah tanggapan tertulis diberikan institusi, dan jawaban disampaikan pemangku kepentingan, dilakukan rapat pembahasan. Biasanya hanya satu kali, selanjutnya hanya melengkapi kekurangan-kekurangan yang belum dilakukan perbaikan.

Berbeda dengan pembahasan RPP tarif yang bisa berbulan-bulan. Menentukan waktu rapat saja, susah setengah mati antara Pemangku kepentingan dan bos yang akan memimpin rapat. Kalau pun waktu disepakati, ada pihak lain yang dibutuhkan kehadiran dan pendapatnya ternyata tidak hadir. Neng berfikir, ketidakhadiran mereka bissa jadi karena ada rapat serupa yang bersamaan jadwalnya, atau rapat pembahasannya sudah sedemikan panjang dan berlarut-larut. Apa yang harus dikomentari, dikritisi, jadi perhatian, diperbaiki, masih seperti meraba-raba dalam gelap gulita buat Neng.

Kalau saja ada peraturan yang jelas mengenai apa yang harus disampaikan a sampai z oleh pemangku kepentingan, tentu kita tidak harus adu urat untuk meminta RAB. Tanggapan tertulis bisa membantu orang-orang yang menjalani proses selanjutnya mengenai aspek apa saja yang menjadi perhatian, bahkan apa yang diperkenankan dan tidak diperkenankan dalam komponen tarif. Rapat pembahasan dilakukan setelah jawaban dan perbaikan dilakukan oleh Pemangku Kepentingan. Sehingga tidak perlu berkali-kali rapat. Setelah selesai pembahasan di level Institusi, bisa diserahkan dalam tahapan harmonisasi.
Tapi, ahhhh … mungkin memang rapat-rapat menyita energi dan pikiran ajang adu pendapat satu-satunya proses yang harus dilalui.
Andaikan …

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjernihkan Nurani

Assalaamu'alaikum, Krisna

Demi Buah Salak