Bulat atau Datar?

“Ndro, kamu perhatikan ga? Penerbangan kita ke Banjarmasin ternyata lebih lama dari perjalanan kita pulang ke Jakarta.” Hendro melihat ittenary-nya. “Beda 2 jam lebih ya, mba.”

“Itu karena, penerbangan ke Banjarmasin satu arah dengan rotasi bumi. Bumi itu berputar dari barat ke timur kan? Kita menuju timur. Seolah-olah, kita mengejar Banjarmasin. Sedangkan penerbangan menuju Jakarta di belahan barat, berlawanan arah dengan rotasi Bumi. Seolah-olah, kita mendekati Jakarta. Itu yang pernah kubaca, Ndro sebagai efek dari bentuk bumi yang bulat dan rotasi bumi di porosnya.”

Hendro mengangguk-angguk, dan itu lah kali pertama saya dengan mantap ‘pamer’ pengetahuan saya yang sedikit tentang bukti bentuk bumi yang bulat.
Sebenarnya sih, saya ga mau ikut-ikutan beradu argumentasi soal bumi ini bulat atau datar. Tapi rasanya ‘kebelet’ alias kepingin banget cerita perjalanan batin saya menemukan kesimpulan bahwa bumi itu bulat. Emang penting ya? Engga juga sih, he he he … tapi siapa tahu memberi petunjuk orang-orang yang sedang galau mikirin bumi ini bulat atau datar. Saya bilang begitu, karena di rumah, anak sulung saya yang SMP dan adik saya yang sudah kuliah masih ragu-ragu, kadang berfikir lebih masuk akal kalau bumi ini datar, tapi fakta juga mendukung bahwa bumi itu bulat. Halahhhh… mbulett amat.

Dulu saya pernah dapat pelajaran Indonesia itu terdiri dari banyak suku. Sebagai ilustrasi, ada gambar di buku teks orang-orang mengenakan pakaian yang berbeda-beda, dengan warna dan rupa berbeda pula, saling berpegangan tangan, berdiri mengelilingi sebuah lingkaran bergambar pulau-pulau. Tadinya, saya berfikir bumi itu seperti lingkaran dalam gambar itu, bulat, pipih, dan orang-orang itu, termasuk saya berjalan di atas bumi yang bulat pipih tersebut. Kenapa saya berfikir bumi itu bulat pipih? Karena dari ilustrasi yang dulu saya lihat, bumi dengan orang yang berjalan di sekelilingnya sangat proporsional besarnya. Sehingga, saya berfikir bagaimana mungkin kita tidak jatuh dari bumi ketika berjalan di bumi kalau permukaannya cembung seperti bola?

Tapi, menonton Unyil dengan episode pak Raden mendongeng, membuat saya berfikir ulang tentang bayangan bentuk bumi yang pipih. Karena, setiap adegan dongengnya ada satu frasa yang sering saya dengar, ”akan ku kejar kau sampai ujung dunia!!! … hua ha ha ha”. Di mana ujung dunia itu? Bagaimana kalau kapal berlayar, apakah akan jatuh ke luar bumi? Memikirkan ujung dunia yang masih belum nyata, masih membuat saya ragu juga kalau bumi itu pipih. Kemana air laut akan mengalir kalau ada ujung dunia? Kenapa air laut tidak habis-habis?

Saya mendapat momentum justru ketika melamun di kursi belakang angkot, jelalatan, kebetulan melihat gebetan SMP yang terlihat jalan kaki lagi karena ga kebagian angkot (tahun 1990-an pelajar ditolak-tolak naik angkot). Saat angkot melewati jalan raya dengan kontur jalan yang menanjak cukup panjang, lalu datar, kemudian turun lagi, sepertinya ada petunjuk yang berbisik, ”Ini baru sebagian kecil bumi. Tentunya, dengan bumi yang begitu luaaaas, tanjakan dan turunan ini akan membentuk lingkaran dan berbelok di suatu tempat, sampai terhubung lagi dengan tempat mu kini berada”. Ahh ya … ya … itu lah kenapa sang gebetan kemudian menghilang dari pandangan setelah tanjakan. Itu juga kenapa saat ke pantai anyer, sejauh mata memandang hanya terlihat garis antara laut dan langit, tidak terlihat daratan di ujung sana. Padahal, kalau di peta, ada pulau Sumatra di sekitaran utara anyer. Oke, oke, jadi … seperti itu rupanya, kita bagai semut berjalan di daratan bumi yang besaaaaar dan pasti bulat. Begitu fikir otak ABG saya.

Lalu, kenapa air laut tidak tumpah? Wahh otak SMP saya ga nyampe memikirkan ini. Saya yang masuk SMEA jurusan akuntansi lebih tetarik membaca artikel tata surya. Bahwa, galaksi terbentuk dari sebuah ledakan besar yang serpihannya menjadi benda-benda angkasa, kemudian mengorbit dan masing-masing benda mengalami proses pendinginan, sementara inti setiap benda ini masih menyimpan energi. Bagian yang mengalami pendinginan ada yang mengeras, ada yang tetap cair. Mmm … jadi, begitu terjadinya daratan dan lautan.

Nahh … ketika ke planetarium di TIM, saya baru tahu kalau ternyata bumi berputar begitu cepat pada rotasinya sendiri, saya lupa berapa kecepatannya saking takjub dan tidak percaya. Mungkin, kecepatan rotasi ini yang membentuk gravitasi, sehingga apa yang ada di permukaan bumi tidak lantas melayang-layang, atau tumpah, atau lepas dari pelukan bumi. Itu lah kenapa, Tuhan mengisyaratkan harus membutuhkan kekuatan yang besaaar untuk bisa sedikit melepaskan diri dari pengaruh gravitasi supaya bisa menembus penjuru langit dan bumi.

Ketika perdebatan bumi itu bulat atau datar, saya cukup takjub ternyata banyak orang yang mengait-kaitkan bentuk bumi bulat dengan konspirasi dan mereka membentuk komunitas tersendiri secara nasional dan internasional. Banyak bagian penting perdebatan atas argumen masing-masing, sebenarnya. Tapi, lapak saya ini hanya seputar cerita perjalanan panjang saya memikirkan bentuk bumi. Pemikiran yang lama itu sudah kadung mengukuhkan persepsi saya, bahwa bumi tidak datar melayang-layang seperti daratan Avatar. Melainkan, sebulat globe di rumah saya, dan kita bagaikan semut-semut keciiiil yang menempel di atasnya. Ukuran kita yang sangat keciiil itu juga jika dibandingkan bumi yang besaaar, yang mungkin membuat kita menempel seperti semut dan cicak di dinding.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjernihkan Nurani

Assalaamu'alaikum, Krisna

Demi Buah Salak