Anak Muda Zaman Sekarang

"Lex, wahh sorry, ya. Jadi terlambat deh kuliah. Gara-gara bikin proyeksi penerimaan," Tami merasa menyesal sudah menyebabkan Alex, anggota timnya, harus menyelesaikan pekerjaan lewat waktu jam pulang padahal Alex ada jadwal kuliah.

"Santai aja, lagi mbak. Anak muda itu tambah senang ada alasan ga masuk kuliah," seloroh Jordy, anggota tim nya yang lain.

"Masak sih?" Tami masih menyesal, sementara sekilas dilihatnya Alex cengar cengir. Kegembiraan sangat terpampang jelas dari wajahnya.

Kenapa Tami merasa menyesal? Iya, seharusnya dia bisa mengerjakan proyeksi itu sendiri. Pada zaman dia masih junior dulu, Tami merasakan sekali dukungan atasannya melanjutkan kuliah. Berbeda dengan teman-temannya yang sering ditahan pekerjaan, atasannya selalu memberi kelonggaran saat jam pergi kuliah tiba.

Karena melanjutkan jenjang pendidikan, untuk pegawai lulusan diploma seperti dia, sangat penting bagi peningkatan kesejahteraan. Karena itu, kalau sampai pada posisi sebagai pengawas tim dia justru menahan Alex kuliah, rasanya kok tega sekali.

Tapi ekspresi Alex tetap jadi tanda tanya. Cengar cengirnya untuk menghibur Tami, supaya tidak terlalu terbawa perasaan? Atau benar bahagia karena ada alasan tidak kuliah. Ada pekerjaan penting. Yaa ... dulu juga terkesan kawan-kawan yang tertahan pekerjaan begitu penting, dibutuhkan atasannya. Sedangkan dia? Ga ada kerjaan ya?

----

Musim ujian baru lewat, dan Tami begitu lega saat pekan ujian tiba tidak ada pekerjaan yang harus dikerjakan overtime. 
Tapi, dilihatnya nyaris setiap hari Alex duduk manis di depan komputer selepas jam kantor.

"Lho, ga kuliah lagi Lex?" Tami kepo, karena dia masih terpapar ideologi pendidikan itu penting. Dengan senyum khasnya yang tulus dan ceria, Alex menjawab, "Gue kan baru aja selesai UTS, mbak. Jadi, mau menenangkan fikiran dulu."

"Lhaa ... memang ga ada ketentuan minimal kehadiran?" Tami terpancing semakin ikut campur.

"Ada sih, tapi kan bisa izin ke dosennya," Tami masih ingin membuka mulut, tapi otaknya seperti baru sadar dan menegur, 'Stop! Emang elu emaknya?'

Sebelum Alex, Tami bekerja bareng Andi, Iwan, Sinta, Aris, Ardan, termasuk Jordy. Ahh sudah berapa orang yang berusaha dia motivasi untuk sekolah lagi?

Andi, yang juga lulusan diploma sempat bersemangat konsultasi jurusan yang akan dipilih. Idealis sekali Andi ingin memperdalam ilmu yang jadi minatnya, walau tidak ada hubungan dengan tugas kantor. Akhirnya, Andi memilih jurusan sesuai pekerjaan. Beberapa kali Tami kepo bertanya perkembangan kuliahnya, Andi selalu menjawab dengan canda seolah enggan membahas lebih jauh. Tapi, Andi sering kedapatan seperti sedang melakukan riset di internet untuk mengerjakan tugas kuliah. Justru, kondisi ini membuat Tami lega.

Namun selebihnya, berapa banyak anggota tim yang dia tawari peluang sekolah dengan beasiswa? Mulai dari iming-iming idealisme menambah ilmu, petualangan, kabur dari pekerjaan kantor, pengalaman keluarga, sampai cari tambahan uang, tidak ada yang berhasil digodanya untuk mendaftar.

Tami sungguh heran, kenapa anak-anak muda ini? Terlalu pesimis kah pendidikan tidak akan banyak berpengaruh kepada karir karena sudah terlalu banyak karyawan dengan pendidikan tinggi? Sudah terlalu nyaman kah dengan penghasilan yang diterima? Terlalu mencintai pekerjaan?

Apa mereka tidak punya mimpi? Mimpi untuk merantau ke negeri orang yang katanya serba indah dan jauh lebih tertib? Ahh, mungkin Tami saja yang terdoktrin luar negeri-oriented. Mungkin sudah bukan masanya lagi punya mimpi dan ambisi melarikan diri ke negeri orang.

Sampai suatu petang di kantor yang dingin dan gelap karena berselimut hujan.
"Jumat bukannya ada kuliah, Lex?" astaga, Tami mulai terdengar seperti sekretaris Alex yang kasih pengingat!

"Ada, sih. Tapi ini kan hujan. Jadi, kalau gue kuliah pun datang telat aja, mbak. Dosennya kan baik," Senyumnya Alex seperti mulai menantang, "Kalau hujan engga berhenti yaa ... gue engga kuliah."

Ahh ... sudah tertebak cuaca mendung begini pasti bikin malas telat pulang ke rumah.

"Wah, Lex. Aku dulu hamil lho sambil kuliah, hujan-hujan kuterjang juga," Ya ampuun Tami kedengaran kayak emaknya Alex beneran, protes si Alex ga kuliah!

"Yah, mba gue juga kalau kuliah di UI bakalan tetap dateng," Lhaa Tami jadi bingung kenapa dulu engga pilih kuliah di UI supaya rajin?

Ahhh sudahlah anak muda, maafkan emak-emak ini yang tidak juga sadar zaman telah jauh berubah.

Sudahlah Tami, berhenti sok perhatian dan mementingkan pendidikan kawan-kawan. Berhentilah dari obsesi menjadi penyemangat orang-orang bahwa sekolah lagi, apalagi di luar negeri, itu begitu menyenangkan. Dan yang terpenting, coba deh sadar kamu hidup di zaman yang berbeda. Zaman di mana anak-anak mudanya sudah tercukupi dan tak perlu lagi mencari yang tak ada di depan mata.🌾



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjernihkan Nurani

Assalaamu'alaikum, Krisna

Demi Buah Salak