Hallooo ... Tertarik Ikut Sosialisasi?

(Bagian 2)


Acara sosialisasi APBN 2015 akan diakhiri di provinsi Kalimantan Selatan, tepatnya di Banjarmasin. Target sosialisasi ini adalah Dosen dan mahasiswa, bukan PNS. Kenapa? Karena civitas akademika dianggap wakil masyarakat (meskipun dari institusi negeri) dan PNS adalah wakil pemerintah. Petinggi kami ingin APBN lebih dikenal masyarakat dan berasumsi PNS yang bagian dari Pemerintah seharusnya sudah tahu.

H-11 ...

Neng menjajagi nomor-nomor telepon dua universitas negeri, kopertis, dan kantor wilayah Dirjen perbendaharaan. Yang terakhir untuk menjajagi kerja sama meminta satu narasumber lagi. Nomor-nomor tersebut dia peroleh dari website resmi institusi tersebut. Jadi, dia harus memastikan nomor itu masih aktif dan ... mencari pihak di masing-masing institusi yang bisa dia hubungi untuk memantau undangannya nanti.

Kepala Kanwil menyambut antusias. “Silakan dikirim undangannya, mbak. Nanti saya tugaskan staf saya menghubungi mbak kalau perlu bantuan”.

Yang lainnya, Neng perlu beberapa kali menelpon karena ketika ia menyampaikan informasi bahwa kantornya akan mengirim undangan sosialisasi APBN, lawan bicara di seberang sana menyarankan untuk menghubungi Ibu Anu atau Bapak Itu, namun tidak seketika orang-orang itu berada di tempat.

Bahkan, Neng harus mengandalkan 108 karena ada satu institusi yang mencantumkan nomor telepon tidak aktif di website resminya.

H-10 ...

Pak Direktur sudah tanda tangan surat undangan, mesin faksimil sudah diaktifkan dan wussss ... teknologi menghantarkan undangan kami menyeberang laut jawa, menuju daratan Kalimantan bagian selatan, menembus eksotisme tanah Banjar dalam bayangan Neng.
Satu-satu pihak Neng konfirmasi lagi, apakah mereka sudah menerima undangan lewat faksimili itu? Yup ... sudah semua.
Sementara ... bisa tidur nyenyak dulu.

H-8 ...

Neng memprioritaskan menghubungi Kopertis, karena melalui mereka Direktorat meminta bantuan untuk mnyebarkan undangan ke perguruan tinggi swasta di Banjarmasin. Undangan melalui kopertis lebih dipercaya.

Operator nya menjawab,”Belum didisposisi, Bu”. Itu Senin pagi. Undangannya sudah difaks hari Kamis pekan lalu, yang berarti sudah tiga hari kerja. Selama itu kah disposisi? Baiklah ... beri mereka kesempatan. Coba esok hari.

Dia memberanikan diri menghubungi nomor pejabat yang diberikan Koordinator kegiatan sosialisasi ini. Dua nomor telepon, tidak ada yang mau menjawab. Neng mengirim pesan singkat ke dua nomor itu. Satu menjawab, katanya bukan dia yang menangani. “Coba hubungi Ibu Rina di nomor xxx, bu”. Begitu pesan balasannya.

Selasa pagi Neng mencoba menghubungi Ibu Rina, karena setelah menghubungi operator jawabannya masih sama: belum  ada yang terima disposisi.
“Saya di luar kantor, Bu. Coba hubungi Bapak Anu di nomor xyz. Saya sudah disposisi ke dia”. Begitu pesan singkat bu Rina. Hufffh ... the journey began ...
Nomor telepon Bapak Anu tidak bisa dihubungi. Bu Rina bilang, coba  saja terus, mungkin dia sibuk. Neng coba menghubungi lagi lewat kantor ingin bicara dengan Bapak Anu. Dia sedang diklat di Jakarta. Tidak bisa dihubungi.

Selasa sore, telepon genggamnya berbunyi. Nomor telepon kopertis, hatinya mengembang.
“Halo dengan Ibu Neng?”, suara laki-laki dari seberang terdengar tegas. “Ini acara nya di mana? Uang transpor lokalnya berapa? Ada penjemputan untuk peserta?” Itu hal-hal yang langsung dia tanyakan.

Neng sampai lupa untuk berusaha mengingat namanya. Meski beberapa pertanyaannya terdengar aneh, Neng menjawab semua pertanyaannya. Apa Bapak itu tidak mengerti standar biaya? Jemputan untuk peserta??? Tapi ... setidaknya dia tahu undangan itu sudah ada yang menangani.
“Dengan Bapak siapa, maaf?”, Neng tidak mau hilang kesempatan.
“Tony ... Tony”, begitu jawab orang di seberang. Lhoo ?? Bukannya di awal dia bilang namanya Sandi? Ahhh ... mungkin aku yang kurang konsentrasi. Batinnya.

Rabu itu dijadikannya masa tenang, dan mulai bekerja lagi di hari Kamis.

UIN Antasari, checked. Mereka sudah memberikan 10 nama, surat tugas peserta akan dibawa di hari pelaksanaan. Universitas Lambung Mangkurat, checked. Mereka sudah mengirim e-mail dan faks surat tugas, 15 peserta siap datang. Kanwil, checked. Narasumber siap, tambahan 6 peserta juga siap. Neng sudah mengirim draft sambutan atas permintaan Plh pak Kanwil.

Kopertis???? Kamis pagi, h-4. Namun jika dihitung hari kerja, sesungguhnya h-2.
“Maaf bu, belum ada yang didisposisi”, begitu jawaban dari seberang. Dan itu sudah orang kelima yang menerima telepon.
“Lhoo ... Selasa sore saya ditelepon Pak Tony, katanya sudah terima undangan itu.”, Neng menginformasikan.
“Pak Tony? Tidak ada yang namanya Pak Tony di sini. Begini saja, bu. Kami cek lagi. Kira-kira satu jam Ibu telepon lagi, ya.”, orang di seberang heran, tapi bernada tetap mau membantu.
Baiklahhh ... tidak ada pak Tony?? Gue tuli apa ya? Emosi Neng sudah terpancing. 2 hari kerja lagi, dan belum tahu undangan itu didisposisi siapa???

Satu jam kemudian ...

“Jadi ... begini bu. Berdasarkan instruksi pimpinan, kami akan mengirimkan surat konfirmasi dulu ke kantor perwakilan perbendaharaan di sini untuk memastikan benar atau tidak ada acara tersebut”. Lawan bicara di seberang sana agak ragu menjelaskan. Mungkin dia merasa tidak enak telah memberikan kesan tidak percaya.

Tapi Neng memang tidak percaya apa yang dialaminya. Tanda tangan Direkturnya macam tanda tangan penipu? Surat undangan yang begitu jelas argumentasinya tervaca sebagai undangan main-main? Ada cap organisasi, nomor telepon, faksimili kami, dan mereka lebih memilih menghubungi kanwil perbendaharaan???

“Lalu, kapan surat itu disampaikan ke kanwil? Kemarin? Apa tidak lewat kurir? Lewat TIKI?” Neng lemas sudah. Mereka lebih percaya titipan kilat untuk mengantar surat terkait acara yang tinggal 2 hari kerja lagi.

Baiklah... bisa jadi mereka memang sering menghadapi penipuan. Tawaran pelatihan, malah menjebak meminta uang. Tapi acara semakin dekat, dan Neng tidak mau menggantungkan nasib kepada perusahaan titipan kilat. Ini sudah tugas pimpinan untuk melakukan lobi lebih tinggi. Neng melapor ke Pak Kordinator.

Jumat sore, pucuk pimpinan Kopertis baru bisa diyakinkan bahwa acara sosialisasi APBN memang ada. Tidak memungut biaya. Penyelenggaranya institusi di bawah Kementerian Keuangan. Selanjutnya ... terserah mereka. Kami perlu mereka mengkoordinasikan peserta dari perguruan tinggi swasta di sana.

Yang penting, Neng sudah berusaha. Ini pelajaran keikhlasan, bahwa tidak semua yang kita cita-citakan akan datang begitu lancar di dekapan kita. Tapi pelajaran juga, di saat kita merasa tidak mampu menemukan solusi, saatnya pimpinan mengambil alih. Pelaksana punya keterbatasan kewenangan, apalagi ketika dia sudah tidak dipercaya. Banjarmasin, akankah jadi perjalanan indah?🌾

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjernihkan Nurani

Assalaamu'alaikum, Krisna

Demi Buah Salak