Paradizing Banten

Meski pun tanah betawi tempat dia tumbuh besar ada di wilayah Provinsi Banten, Neng dan keluarganya lebih akrab dengan fasilitas yang ada di Jakarta. Dulu, sewaktu tanah leluhurnya itu masih menjadi bagian provinsi Jawa Barat, nama Banten semacam teritori tak tertulis untuk wilayah ujung Barat pulau Jawa. Para orang tua biasanya berziarah ke Banten dan itu sudah mengesankan wisata yang jauuuuuh sekali.

Setelah menjadi Provinsi, daerah Banten yang paling akrab adalah Anyer. Anak-anak senang sekali bermain pasir dan air laut. Buat Neng juga, memandang laut lepas bagaikan menatap dunia luass yang perlahan membuat masalah hidup nya jadi keciiiil… (he he he, emang banyak masalah ya hidup lo?). Jalannya terawat, hanya saja, sulit sekali mencapai pantai-pantai indah di Anyer dengan angkutan umum.
Keinginan menyekolahkan anak di Cahaya Madani Banten Boarding School (CMBBS), bermula dari kesadaran dirinya kurang perhatian dengan Provinsi yang (ternyata) sudah dijejaginya sejak kecil. Mungkinnn, kalau anaknya bisa jadi bagian siswa-siswa elit secara intelektual di CMBBS, kelak bisa memberikan kontribusi buat kemajuan Banten. (seriusss nih ya??) Perjalanan mereka menyusuri rute ke CMBBS di Pandegalang memberikan Neng beberapa catatan sudah sejauh mana bumi para pendekar ini membangun diri.

Mengejar Ketertinggalan


Sampai seusia ramaja, Banten di mata Neng identik dengan jalan yang rusak. Seperti menempuh perjalanan laut, kalau istilah Neng, karena jalan-jalan bergelombang menyebabkan penumpangnya terombang-ambing dahsyat. Saat ini, 20 tahun kemudian, ruas jalan bergelombang masih ia temui dalam jumlah yang sudah lumayan berkurang. Banyak jalan yang sudah dicor meskipun dengan permukaan yang kasar. Bahkan, sepanjang jalan Tubagus Nawawi di Pandeglang pelebaran jalan sangat masif dilakukan, meskipun di kilometer tertentu harus terhenti karena ada bangunan sekolah yang belum memungkinkan untuk dipindah.

Sektor pemerintahan nampaknya masih menjadi andalan untuk mendistribusikan pendapatan di sekitar Serang dan Pandeglang. Terlihat dari lebih banyaknya gedung perkantoran yang diperuntukan bagi institusi pemerintah: universitas, dinas, kanwil, pengadilan, kantor gubernur, perangkat daerah, bahkan kompleks DPRD. Keberadaan kantor-kantor pemerintahan dapat membantu menyerap tenaga kerja, yang kemudaian pegawai-pegawai tersebut berbelanja dengan pedagang-pedagang di sekitarnya. Secara sederhana, seperti itulah perekonomian bergerak.

Pembangunan infrastruktur seperti proyek pembangunan jalan dan penggalian drainase juga menjadi metode pemerintah daerah menstimulus pembangunan. Dari bahan baku yang dibeli, sampai belanja yang dihabiskan para pekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pendirian CMBBS di pedalaman Pandeglang, bisa jadi merupakan strategi agar ribuan masyarakat pesisir Banten atau wilayah penyangga ibukota berdatangan menyumbang sebagian pendapatan melalui konsumsi. Minimal, seribuan peserta ini datang ditemani keluarga yang membutuhkan tempat menginap.

Keunggulan Kompetitif


Konon, secara teori ekonomi, setiap wilayah seharusnya  fokus memberdayakan potensi daerahnya untuk bisa menghasilkan pendapatan, dengan apa yang disebut keunggulan kompetitif. Kota Tangerang dan Tangerang Selatan, sebagai penyangga ibukota, mengedepankan industri jasa sebagai ujung tombak perekonomian. Kabupaten Tangerang menerima berkah dengan kehadiran Bandar udara internasional utama punya Indonesia dan kehadiran pabrik-pabrik tekstil. Kota Cilegon bertumpu pada industri baja, pengolahan semen, jasa pergudangan dan industri berat lainnya. Dan tentu saja, wilayah pesisir Serang mengandalkan wisata pantai yang indah dan pelabuhan Merak.

Sepanjang jalan tol menuju Banten, memang masih terlihat hektaran sawah membentang. Tapi kalau menempuh perjalanan di dalam kota, lebih banyak dijumpai lahan-lahan menganggur, tanpa dimanfaatkan untuk ditanami komoditas tertentu. Hanya di sekitar Pandeglang saja terlihat banyak kebun durian, sehingga penjual durian pun dengan mudah dijumpai sepanjang jalan. Komoditas lain yang mungkin banyak dicari di perkotaan, yang bisa dimanfaatkan adalah menanam pohon petai dan jengkol. Ha ha ha ha … ini sih, ide liar Neng aja. Tapi bukan tanpa sebab, dia jadi bingung, kenapa harga petai yang awalnya diniatkan untuk oleh-oleh malah lebih mahal di sini daripada di Pasar dekat rumahnya di Tangsel??

Komoditas unggulan yang dalam catatannya mulai berkurang adalah sate bandeng. Di pesisir pantai memang mudah menemukan penjual sate bandeng ini. Tapi di jalur dalam kota Pandeglang dan Serang, mereka sekeluarga harus jauh keluar jalur jalan pulang, belok ke alun-alun kota Serang dahulu demi mendapatkan sate bandeng. Penganan khas nan enak ini , mungkin lebih besar usaha pembuatannya daripada minat konsumen membeli. Bisa jadi, yang mencari hanya wisatawan yang jumlah nya pun bisa dihitung jari karena memang tempat wisata di pedalaman Banten nyaris tidak ada. Berbeda dengan pesisir yang pantainya senantiasa ramai wisatawan.

Memanfaatkan Infrastruktur Transportasi Darat


Neng selalu bertanya-tanya, apa yang menghalangi pemerintah Provinsi Banten untuk memanfaatkan jalur kereta api yang sudah membentang dari pelabuhan Merak di ujung provinsi mereka ke stasiun Tanah Abang di jantung ibu kota Negara? Apakah tidak terbersit ide memanfaatkan fasilitas ini untuk mengadakan kereta khusus wisata yang bisa membawa orang-orang dari kota, bahkan kami di wilayah penyangga, menikmati wisata pantai di pesisir.

Dalam bayangan Neng, kereta ini tentu saja tidak menempuh rute langsung stasiun Tanah Abang –Cilegon yang tentu akan mengganggu mobilitas pekerja yang banyak mengandalkan moda kereta api listrik. Cukup dari parung panjang, misalnya, sampai stasiun Cilegon dengan jadwal yang teratur. Lalu dari Cilegon dibuka trayek kendaraan umum ke wilayah-wilayah wisata favorit. Konsep wisata terintegrasi ini dipromosikan di badan-badan commuter line dengan tema “paradizing Banten”, menjadikan Banten surga.

Sebatas Ide


Si kakak tidak lolos tahapan seleksi tes akademik di CMBBS. Tapi, bukan berarti keinginan menikmati wisata Banten putus sampai di situ. Setiap perjalanan, seperti memberi inspirasi apalagi ketika melihat kenyataan bahwa sebagian besar orang terlihat tidak sesejahtera yang kita bayangkan, tapi mampu menyiratkan bahagia lebih dari yang bisa kita perlihatkan.

Bisa jadi, konsep pemikiran ekonomi di benak Neng melulu hanya materi. Sementara, orang-orang di sepanjang jalur perjalanannya menuju Banten sudah berada pada maqam yang lebih tinggi: merasa cukup dan bersyukur.🌾

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjernihkan Nurani

Assalaamu'alaikum, Krisna

Demi Buah Salak