Macet kok dipikirin?

Cita-cita pembangunan jalan tol, idealnya untuk mempercepat jarak tempuh perjalanan. Dan kalau namanya sudah transjawa, berarti cita-cita luhur pembangunannya, yaaa … mempercepat transportasi sepanjang pulau jawa. Karena hakikatnya jalan tol adalah jalan bebas hambatan, tidak ada persimpangan atau perlintasan dengan kereta api. Apalagi, membawa kendaraan pribadi untuk pulang kampung saat hari raya menjadi alternatif favorit ketika perburuan tiket kereta api begitu sulit dan tiket pesawat sudah berada jauh di luar jangkauan

Karena itu, ketika tol Cipali diresmikan medio 2015 oleh Presiden Jokowi dilanjutkan ruas palimanan – pejagan setahun kemudian, kegembiraan masyarakat begitu terasa. Pengguna kendaraan pribadi membayangkan perjalanan mereka dapat lebih fleksibel terjadwal, lebih cepat, bebas dari jalan berlubang atau kerumitan pasar tumpah, perempatan dan putar balik yang menjebak kemacetan, atau perlintasan pintu kereta yang menguji kesabaran. Kegembiraan yang luar biasa ini memuncak pada arus mudik Ramadhan 1437 H, atau bertepatan dengan Juni 2016. Antrean kendaraan roda 4 lebih mengular puluhan kilometer di gerbang tol Brebes Timur yang bahkan menelan korban jiwa. Peristiwa ini memopulerkan nama Brexit, atau Brebes Exit.

Rasa penasaran kami mencoba infrastruktur baru ini terjawab ketika kembali ke Jakarta dari berhari raya di Yogyakarta tahun 2015. Masuk dari ruas pejagan di pagi hari, yang waktu itu masih dalam tahap pembangunan, ternyata ruas transjawa ini begitu panas sepanjang perjalanan. Kalau bukan hamparan sawah, maka dinding batu cadas yang mendampingi di kiri-kanan jalan. Hutan jati yang kami lewati sesekali tidak membantu memberikan kesejukan di siang hari yang terasa sangat terik. Berbeda sekali dengan jalur selatan yang kami lewati saat ke Yogya, atau ruas Jagorawi dan Padalarang yang sejuk dan hijau. Setiap menjelang tempat peristirahatan, macet berkilo-kilo meter. Semua orang perlu beristirahat karena panas matahari sangat menguras energi dan menyebabkan kantuk. Sayangnya, infrastruktur belum siap melayani animo masyarakat yang membludak. Toilet sudah terbangun, tapi airnya tidak mengalir. Tempat makan hanya sebatas satu dua minimarket yang hanya menjual mi instan dalam styrofoam. Duhh sedihnya.

Tahun 2016, kami berkesempatan mudik sebelum Ramadhan. Ceritanya, ingin seperti orang-orang yang memanfaatkan long weekend untuk berpetualang. Tapi, alamakk, menuju tol Bekasi saja kami sudah dihalang kemacetan. Pak Suami pun memutuskan untuk melewati jalur luar tol saja, kemudian masuk gerbang tol Cikarang. Tapi, setelah berusaha berputar-putar demi menuju gerbang tol apa saja yang terdekat, selalu terhambat oleh kemacetan yang panjang. Diam tak bergerak. Kami akhirnya terdampar ke jalur lama transjawa: pantai utara. 

Yang menggemaskan di jalur pantai utara adalah truk-truk besar yang tidak semua tertib berjalan di sebelah kiri. Ketika ada truk yang berjalan begitu lambat di jalur paling kiri, truk di belakangnya tidak sabar ingin mendahului. Sang sopir pun mengambil jalur tengah. Tapi, yaa…ampuuun, kecepatan truk besar seperti apa sih? Lelet. Sehingga untuk mendahului harus menunggu momen. Begitulah risiko kalau berpetualang di luar lebaran, saat truk-truk besar masih bebas bersliweran.

Pemandangan sepanjang pantai utara banyak dihiasi laut. Selain itu, terlihat banyak rumah makan yang hanya menunjukkan bekas ‘jaya’nya di masa lalu, saat jalur utara ini menjadi jalur utama menuju bagian tengah dan timur pulau jawa. Kenapa bekas? Karena, sebagian besar rumah makan itu tutup (padahal kami melewatinya siang hari) dengan kondisi bangunan yang nampak tidak terawat. Lapangan parkir luas yang banyak ditumbuhi rumput, atau pelepah kelapa kering yang terlihat sudah lama teronggok. Rupanya, pembangunan jalur alternatif juga membawa dampak ekonomi bagi sisi lain kehidupan masyarakat. 

Jalur pantura lebih banyak digunakan oleh pengemudi truk,yang itu pun sebagian beralih menggunakan jalan tol karena berasumsi bebas hambatan. Apalagi, saat itu jumlah kendaraan pribadi yang dulunya ikut menggerakkan sektor konsumsi berkurang jumlahnya lewat di sana. Warung makan ayam goreng, restoran tradisional, bekas warung sate ayam, seafood  dan ikan bakar, kedai kudapan dan es kelapa, seolah-olah menampilkan bayang-bayang keramaian mobil-mobil parkir, keluarga bercengkerama di meja makan, senyum pelayan menghantar daftar menu, atau sopir-sopir yang tertunduk ketiduran di teras warung makan. Seperti rute Radiator Spring di film Cars. Karena lapar setelah putar-putar cari jalan alternatif, akhirnya kami singgah di warung masakan Padang, sesuai usulan si Adik. Rasanya enak, ramah di dompet.

Kali lain, suatu akhir pekan kami coba berpetualang ke Pekalongan karena ingin menghadiri undangan seorang kawan. Rencana perjalanan sebenarnya banyak. Setelah kondangan sebentar, kalau bisa pagi-pagi sekali ketika akad, kami ingin meneruskan ke situs-situs wisata sekitar. Lagi-lagi perjalanan di tol Cipali – Pejagan mengejutkan kami, saya terutama. Takjub, karena begitu banyak orang memanfaatkan akhir pekan yang cuma 2 hari ini, sehingga lagi-lagi kami terjebak dalam kemacetan panjang di jalan tol. Berangkat jumat malam jam 11 dari Tangerang Selatan, sampai di Pekalongan Sabtu siang jam 12.30. Luar biasa.

Ahh, rupanya, ekspektasi sebagian besar pengguna jalan begitu tinggi terhadap jalan tol. Mereka berduyun-duyun memilih jalur tol, sehingga kita bisa melihat seolah-olah parkiran mobil Jabodetabek plus Bandung dan lintaspulau berjejer sepanjang jalur baru transjawa ini, terutama kalau musim pulang kampung tiba. Dengan fasilitas tempat peristirahatan terbatas, penerangan minim di malam hari, cuaca terik tak bersahabat di siang hari, gerbang tol yang juga membuat antrian mengular, saya jadi lebih menyukai jalur lama pantai utara, atau jalur pegunungan di selatan. Pemandangan lebih variatif, sepanjang jalan banyak tersedia rumah makan dengan toilet umum, cuaca pun lebih bersahabat. Satu lagi, kalau saja beban volume kendaraan terbagi, mungkin warung-warung makan sepanjang pantai utara itu bisa ber’nafas’ lagi. Hmm … nikmati aja yaaa, bermacet-macet lebaran tahun ini!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjernihkan Nurani

Assalaamu'alaikum, Krisna

Demi Buah Salak