Postingan

Mimpi Terindah

Suatu hari,  duduk di teras rumah, Neng memandang pekarangan depan yang tak seberapa luas. Hanya cukup untuk satu meter per segi kolam ikan, menampung dua buah pohon kecapi, sebuah pohon belimbing dan rambutan yang rajin berbuah serta bunga-bunga hias dalam pot-pot mini. Saat itu, matahari baru saja naik sepenggalahan dan Neng baru saja menutup paginya yang sibuk dengan sholat dhuha. Abang, suaminya di kantor, anak-anak sudah di sekolah mereka masing-masing, dan ahhhh... inilah dia, menikmati hidup. Hari itu adalah rangkaian hari-hari saat Neng memutuskan untuk melepas status pekerjanya. Memenuhi panggilan jiwa untuk menjadi istri, ibu dan pengurus rumah tangga yang qonaah , percaya pada kemurahan kasih Tuhan dan ikhtiar suami. Neng membayangkan, Neng lah perempuan paling bahagia di dunia dan akan tersenyum puas, kelak, saat menutup mata. Bagaimana tidak? Nafkah hidup, kesehatan keluarga, pendidikan anak-anak, asupan panganan bergizi, pakaian, listrik, telefon, kendaraan, bahkan...

Senyap

Seperti lagu Trio Libels, mulanya biasa saja. Performa fisik laki-laki itu yang tinggi, putih, wajah proporsional dengan sedikit jenggot menghias dan kacamata, memancarkan semangat jiwa muda yang idealis adalah hal yang sangat-sangat standar, biasa ia jumpai dan tidak istimewa. Perbedaan divisi membuat mereka hampir tidak pernah berkomunikasi. Sampai suatu saat mereka terlibat dalam satu tim, dan ia terpaksa berkomunikasi dengan lelaki itu. Suaranya lucu, tapi lama-lama terdengar unik. Sikap lelaki itu yang acuh tak acuh menambah daya pikatnya. Sejak saat itu, ada yang aneh pada dirinya. Hatinya berdesir kalau bicara dengan ‘si cuek’ itu dan sedikit kikuk jika bertemu. Perjalanan pulang mempertemukan mereka di omprengan menuju stasiun kereta. Mereka tidak pernah bertatapan, dan ia tak kan pernah berani mencobanya, tidak juga bercakap-cakap. Namun ia merasa radius pandang mereka bertemu pada satu titik nun jauh di sana bagai ekuilibrium dalam kurva permintaan dan penawaran. Dan titik ...

Orang-orang Beruntung

Pandangan sebagian besar masyarakat, kita, Neng, dalam menilai beruntung   atau tidaknya seseorang kerap berdasarkan kebahagiaan materi yang dimilikinya. Kebahagiaan materi itu pun diukur dengan memposisikan dirinya dalam kebahagiaan materi orang lain tersebut. Misalnya, Neng berfikir pasti bahagia sekali perempuan-perempuan yang tugasnya fully concentrate on mengurus rumah, anak-anak, suami, tanpa harus pusing mencari nafkah selayaknya wanita pekerja yang memiliki dua fungsi. Contoh ekstrem lain ketika salah satu Ncang -nya, panggilan untuk tante dalam budaya Betawi, mengekspresikan kekaguman yang meluap-luap kepada salah satu tetangga mereka yang putrinya menikah dengan majikannya yang orang Australia. ‘Wanita beruntung’ itu kemudian diboyong suaminya ke negeri asalnya dan materi untuk orangtuanya di Indonesia pun tak henti mengalir. Ada juga kawan-kawan Neng, yang telah bersusah payah sekolah di luar negeri, memandang beruntung kawan-kawan lain yang langsung dipromosikan se...

Senyap Kaihimmakuhari

Kaihimakuhari nama tempat di Perfektur Chiba. Neng tidak tahu apakah tempat itu merupakan sebuah shi (setingkat desa) atau ku (setingkat kota). Pokoknya musim dingin tahun itu, dia rutin sekali hampir dua kali seminggu mendatangi tempat senyap itu. Sepanjang perjalanan dengan Kyoei – line dari stasiun Shin Kiba membentang suguhan pemandangan laut Jepang yang indah. Stasiun Maihama yang dilewati kerap menarik perhatiannya. Di stasiun ini lah dia harus turun jika hendak menikmati kemegahan wahana permainan di Disneyland atau Disneysea , Tokyo: l andmark wajib yang menjadi kebanggaan kawannya untuk diunggah di jejaring sosial saat membawa keluarga mereka ke Jepang. Hmmm … will I? Batinnya setiap kali melewati stasiun itu. Tapi Neng selalu menuntaskan perjalanannya hingga akhir tujuan: Stasiun Kaihimmakuhari.   Neng menduga Kaihimmakuhari, kalau ia sebuah kota, adalah sebuah kota yang tidak terlalu besar jika dilihat dari frekuensi lalu lalang kendaraan dan hiruk pikuk orang ...

Merindukan Sushi

Hhhh … Neng menghela nafas untuk yang kesekian kalinya. Sudah berapa kali dia sadar ada kekurangan dalam pekerjaannya. Sudah berapa kali dia mengingat-ingat kekurangan itu dan berusaha menghindarinya. Tapi … ternyata jenis pekerjaaan lain, tingkat kesulitan dan pemahaman juga lain. Tidak ada orang yang sempurna, itu pasti. Setiap orang pernah berbuat salah, itu tentunya. Tapi kalau lagi dan lagi? “Sudah lah … yang penting kita sudah bekerja semampu kita”., kata seorang senior menenangkan. “Ga usah terlalu jadi beban. Yang penting kita bekerja sesuai kemampuan terbaik kita”,   hibur sang Atasan. “Jangan terlalu stress. Yang penting kita taat dengan prosedur yang harus kita jalani”,   tegas suaminya menghibur. Hhhh … semampu kita, kemampuan terbaik, itu hal yang relatif. Kelak jika kesalahan itu jadi temuan institusi pemeriksa, apa mereka percaya itu adalah hasil terbaik yang bisa Neng lakukan? Prosedur sudah berusaha ditaati, tapi masih ada yang terlewat. Neng...

Buntu

Langit Tanah Abang nampak cerah berselimut awan putih. Entah bagaimana mekanisme alam menyaring polusi asap kendaraan bermotor , sehingga nun jauuuuuuuh di sana, awan tetap putih. Neng senang sekali menatap awan putih. Ia selalu membayangkan saat-saat seperti itu lah ia berhadap-hadapan menatap wajah Allah.   Meski tak pernah sanggup menumpahkan keluh kesahnya, setidaknya ia yakin dari lantunan istighfar nya Allah tahu Neng tengah mengadu. Ia hanya bias beristighfar karena tidak bisa melantunkan permohonan atau menulis kata-kata permintaan atas pemandangan ironi yang jadi menu nya sehari-hari. Anak-anak penjual koran dan penyemir sepatu semakin bertambah, orang buta yang setia tiap pagi melantunkan   senandung nostalgia-nya bang hadji, orang-orand dewasa yang menjual tisu dan koran. Bukan pengemis yang membuat batinnya risau. Para pengemis itu bisa saja mengironisasi diri mereka, menceritakan kisah menghiba, lalu mereka berkata,”Daripada saya menodong ibu-ibu, lebih ...