Postingan

berpuisi untuk mu

aku ingin duduk sambil menatap mata mu menyentuh dasar hati mu yang terdalam dan berkata, tolong lanjutkan perjuanganku. aku ingin duduk sambil menatap guratan wajah mu yang kerap siratkan ragu terbawa arus usia dan berkata, kamu bisa karena Allah bersama kamu dan aku. lalu aku ingin duduk di samping mu menyandarkan kepala ini di bahu mu dan berkata, aku sangat lelah. aku ingin kau meraih ku, membenamkan tangis ku dalam dada mu dan berkata, akan kutanggung beban mu.🌾

Atas nama ikhtiar

Ini tentang curhat saya mencari model pengobatan yang nyaman dan menenangkan. Nyaman, ketika kita bisa berobat dan berkonsultasi dengan dokter secara tenang, menenangkan karena observasi nya berdasar. Dahulu, sewaktu bpjs belum diwajibkan, perusahaan tempat suami bekerja mengasuransikan kami sekeluarga di perusahaan asuransi swasta. Saat itu, kami tak perlu khawatir ketika perlu penanganan darurat (walau sebatas versi kami). Contohnya, waktu si kakak yang berusia 2 tahun, panas selama 2 hari, ga mau makan, kepleset dan muntah-muntah, kami langsung bawa dia ke igd rs internasional. Rawat inap 3 hari, diinfus, pulang alhamdulillah sudah sehat. Ga perlu ditolak di puskesmas karena datang tengah malam sementara kondisinya bukan termasuk kriteria gawat. Setelah era bpjs, perusahaan suami 'hijrah' dan sejak saat itu, alhamdulillah sekeluarga kami sehat, cukup berobat ke klinik 24 jam yang terjangkau di dekat rumah. Lho ... kenapa engga ke puskesmas? Berobat ke puskesmas itu han...

Pulang

Pernah kau lihat film “The One” yang pemeran utamanya Jet Lee? Ketika duplikat yang jahat itu kalah dan terlempar ke dunia dimensi asalnya, raganya seperti tercabik-cabik. Kemudian, si duplikat jahat tersebut berpindah ke ‘alam’ yang entah dimana, harus terus menerus bertahan hidup dari serangan-serangan makhluk asal di ‘alam’ itu. Pernah kau fikirkan hidup mu sendiri untuk apa? Kenapa kau harus lahir ke dunia ini? Apa hebatmu sehingga terpilih mengemban misi ‘khalifah’? Pernah kah pula kau rasa langkah mu sudah gontai, beban yang kau tanggung terlalu berat, jalan hidup yang kau lalui begitu menyulitkan? Segala upaya yang kau lakukan tak kunjung berhasil, ikhtiar dan antasipasi selalu gagal. Sungguh tiada kemampuan lagi menghadapi hari ini yang belum kunjung berakhir dan esok yang masih akan tiba. Ahhh … melankolis sekali kau!! Tapi, begitulah. Lalu kau berkata, “Saya tidak sanggup lagi. Saya tidak meminta untuk terlahir, kenapa saya harus menghadapi kesulitan yang meremukkan tula...

NGOMONG POLITIK : Ketika Harus Memasrahkan Negeri Ini di Pundak Pak Kyai

Jumat, 9 Agustus 2018, sepertinya jadi klimaks rasa penasaran masyarakat Indonesia di tahap awal pesta demokrasi 5 tahunan. Betapa tidak? Calon Presiden yang diusung seolah menyajikan pertandingan ulang Pilpres 2014. Pilpres paling sporadis dan mencekam, karena menandakan dimulainya era penggunaan SARA dan ujaran kebencian untuk saling menjatuhkan. Kenapa jadi klimaks? Karena keputusan kedua capres memilih wakilnya sungguh teramat mengejutkan, di luar nama-nama yang sempat santer terdengar. Capres petahana yang pertma mengumumkan, memilih Pak Kyai. Orang terkejut, karena satu nama yang sebelumnya sangat kuat disebut-sebut, bahkan sudah diminta menjahit baju, terlewat. Alasan sang petahana: dia ingin pilpres yang adem, jauh dari isu SARA, yang nyaris sepanjang 4 tahun ini sudah mencabik-cabik persatuan berbangsa dan bernegara. Sampai-sampai, keluar pernyataan dari pentolan kubu petahana ini, politik dengan basis beragama sudah menjadi tren di dunia dan kubu koalisinya ingin mewujudkan...

Inspirasi Secangkir Kopi

Mari minum kopi dulu. Saya bukan penikmat kopi, tapi kalau ada yang tanya kopi apa yang saya suka, saya akan bilang,”secangkir arabica dengan sedikit gula”. Biar sedikit masam dan sekadar manisnya melengkapi pahit yang sudah dari sananya. Hmmm … Selera orang beda-beda, sih. Gara-gara seorang kawan menganalogikan penentuan tarif di sektor publik dengan penghitungan harga pokok secangkir kopi, saya jadi penasaran ingin meneruskan membuat analogi tentang bagaimana sebuah kedai kopi mengelola keuangannya. Independen kah pekerja di kedai kopi, yang bukan pemilik, untuk menggunakan penerimaannya untuk langsung memenuhi kebutuhan kedai tempatnya bekerja Jadi begini, kalau duduk di kedai kopi harga terjangkau di kantin, saya berasumsi bahwa kedai kopi itu hanya salah satu outlet pemiliknya. Si Empunya kedai membuka outlet di beberapa tempat. Di situ ada kasir, barista, dan mungkin juga petugas kebersihan yang merangkap jadi pengantar pesanan. Ada peralatan pembuat kopi, pendingin, mes...

Semoga Kaga di Gudang

Kepala Emak masih kliyengan pas turun dari ojek daring. Die kaga nyangka kerja jadi guru PNS di daerah kaga bisa leha-leha nikmatin idup. Abis murid-murid pulang sekolah jam 3 sore, bukan berarti bisa lenggang kangkung trus nimbrung gosip ama tetangga. Masih ade tugas nyusun rencana pembelajaran tiap tahun, evaluasi pembelajaran tiap semester, inovasi cara pembelajaran, belom kalo kudu koordinasi di dinas pendidikan kota ato propinsi. Maklum, sekolah tempatnye ngajar jadi percontohan di tingkat kota. Pulang sampe rumah jam 7 malam dan belom sholat maghrib udah kayak kebiasaan sebulan ini aje.  Masih untung ojeg ni hari asli orang Yogya. Lahh, apa urusannye? Iye, jago ngebut dan selap-selip mobil ama bis di jalanan Serpong-Pondok Aren yang rame padet. Tuntutan perut bikin Emak mikir mendingan makan dulu, sepotong ato dua buah iris yang tadi dibelinya. Buat ganjal aje, supaya perutnye kaga ‘nyanyi-nyanyi’ pas lagi sholat. Waktu ‘rebutan’ potongan buah ama si Adek baru aje di...

I was having a good time 😀

Gambar
Mulanya, saya ga niat nonton Ayat-ayat Cinta 2. Alasan utama, karena aktornya ganteng menurut kriteria saya. Ha ha. Ujung-ujungnya saya takuuuut nanti banding-bandingin dengan ayang mbeib di rumah. Yang kedua, dari cerita AAC yang pertama dulu, konon cerita film biasanya akan dimodifikasi untuk kepentingan konsumsi “selera industri”. Jadi, pesan-pesan idealis sang Penulis yang bisa begitu panjang lebar dan dramatis di buku, harus hilang. Bahkan, ceritanya bisa berbeda sama sekali. Pun, menurut saya, novel yang difilmkan akan sangat membatasi imajinasi saya yang sudah terlanjur terlalu bebas saat membayangkan adegan-adegan di novel Saya membaca novel Ayat-ayat Cinta, tapi tidak sekuelnya. Meski demikian, saya sangat kagum dengan cara Kang Abik menuangkan argumen hadits dan ayat-ayat al Qur’an dalam dialog (di buku2nya yang saya baca, ya). Jadi, saat saya memutuskan nimbrung nemenin kawan SMA saya yang ngebet banget di WAG pengen nonton film ini, saya membekali diri dengan pengetah...